ANALISA TEKHNIKAL SAHAM
Analisa
Teknikal (Technical Analysis atau disingkat TA) adalah bidang yang
memperhatikan gejolak harga (dan volume) saham dengan tujuan memprediksi harga
saham di masa datang. Analisa teknikal biasanya dilakukan dengan menggunakan
“chart” atau grafik.
Ada pemain
saham yang menganggap Analisa Teknikal hanyalah chart/grafik harga. Tidak
begitu. Semua metode analisa yang menggunakan harga (dan/atau volume) termasuk
dalam Technical Analysis ini, terlepas apakah metode itu dijabarkan
dalam grafik atau tidak.
Saat ini Technical
Analysis sudah diterima sebagian pemain saham sebagai alat yang berguna.
Tapi tetap saja masih ada yang menganggap bahwa Technical Analysis tidak
bermanfaat sama sekali.
Pendapat mereka sah-sah saja. Tapi terlepas dari apakah analisa teknikal berguna atau tidak, tidak ada salahnya anda mencoba dan menentukan pendapat anda sendiri.
Pendapat mereka sah-sah saja. Tapi terlepas dari apakah analisa teknikal berguna atau tidak, tidak ada salahnya anda mencoba dan menentukan pendapat anda sendiri.
Sebelum anda
mendalami Technical Analysis lebih lanjut, anda sebaiknya terlebih
dahulu tahu prinsip-prinsip dasar berikut:
·
Tidak ada
satu pun analisa teknikal yang bisa memprediksi semuanya, yang “works all the
time.”
·
Analisa
Teknikal terbagi menjadi dua metode utama: trend-following dan oscillator.
·
Sebelum anda
percaya analisa teknikal anda harus terlebih dulu percaya dalil momentum.
·
Prediksi
yang diberikan analisa teknikal bersifat TIDAK absolut.
·
Analisa
Teknikal digunakan karena sifatnya yang konsisten dan tanpa prasangka
(unbiased).
Prinsip Pertama: Tidak ada satu pun analisa teknikal yang bisa memprediksi semuanya.
Kalau anda
mendalami TA, anda akan menemukan berbagai rupa metode, dari yang sederhana
sampai yang rumit. Tampilan harga saham bisa dilakukan dengan bar, candlestick,
point-and-figure dan lain-lain. Metode perhitungan juga ada puluhan bahkan
ratusan, di antaranya: Average True Range, Bollinger Bands, Chaikin Money
Flow, Moving Average Convergence Divergence (MACD), Moving Average, On Balance
Volume, Parabolic SAR, Price Channel, Relative Strenth Index, Stochastic,
Williams’ %R.
Yang harus
anda camkan: Dari semua metode ini, tidak ada satupun yang bisa melakukan semua
hal, tidak ada satupun yang “works all the time.” Artinya, setiap metode punya
kelebihan tapi juga ada kelemahannya.
Contohnya begini: Bollinger Bands bisa berfungsi dengan baik ketika volatilitas relatif stabil tapi tidak efektif ketika volatilitas berubah menjadi tinggi. Atau, Moving Average mungkin berfungsi baik ketika saham bergerak dalam trend, tapi tidak banyak gunanya ketika harga bergerak dalam kisaran (sideways).
Contohnya begini: Bollinger Bands bisa berfungsi dengan baik ketika volatilitas relatif stabil tapi tidak efektif ketika volatilitas berubah menjadi tinggi. Atau, Moving Average mungkin berfungsi baik ketika saham bergerak dalam trend, tapi tidak banyak gunanya ketika harga bergerak dalam kisaran (sideways).
Jadi kalau
ada orang yang mengklaim bahwa analisa teknikal ciptaannya bisa memprediksi
pergerakan semua saham dalam segala kondisi, wah, sebaiknya anda berhati-hati.
Ini sama saja dengan tukang obat yang mengklaim bahwa obatnya bisa menyembuhkan
semua penyakit: darah tinggi, darah rendah, kencing manis, serangan jantung,
stroke, gagal ginjal, kanker, sampai impotensi, mandul, penyakit kulit,
penyakit kelamin dan lain sebagainya.
Mungkinkah?
Mungkinkah?
Kemungkinan
selalu ada, tapi sangat kecil. Beranikah anda mempertaruhkan kesehatan dan
nyawa anda hanya dengan obat ini? Saya rasa tidak. Jadi sebaiknya juga anda
tidak mempertaruhkan seluruh uang investasi anda pada satu analisa teknikal.
Prinsip
Kedua: Analisa Teknikal terbagi menjadi dua cabang utama, trend-following dan
oscillator.
Prinsip
kedua ini adalah kelanjutan dari prinsip pertama. Ada baiknya kita lihat dulu
perbedaan trend-following dengan oscillator.
Indikator trend-following berfungsi memprediksi apakah saham yang sedang bergerak naik (uptrend) atau turun (downtrend) cenderung akan melanjutkan aksinya atau cenderung berbalik arah. Sedangkan indikator oscillator berfungsi memprediksi suatu saham yang bergerak dalam kisaran apakah sudah jenuh jual atau jenuh beli.
Indikator trend-following berfungsi memprediksi apakah saham yang sedang bergerak naik (uptrend) atau turun (downtrend) cenderung akan melanjutkan aksinya atau cenderung berbalik arah. Sedangkan indikator oscillator berfungsi memprediksi suatu saham yang bergerak dalam kisaran apakah sudah jenuh jual atau jenuh beli.
Indikator
trend-following tidak bekerja efektif pada saham yang bergerak dalam kisaran
(sideway). Demikian pula, indikator oscillator tidak berfungsi maksimal pada
saham yang sedang bergerak naik atau turun drastis.
Kalau saja
pergerakan harga saham selalu sama (yang naik, naik terus; yang sideway,
sideway terus; yang turun, turun terus) tentu tidak ada masalah karena
indikator yang sudah berfungsi baik akan tetap berfungsi.
Tapi masalahnya saham tidak terpaku pada pergerakan yang sama: yang sudah naik berkemungkinan berubah menjadi bergerak sideway. Atau juga saham yang sudah lama bergerak sideway, tiba-tiba keluar dari kisarannya dan memulai trend turun. Ketika perubahan ini terjadi, analisa teknikal yang berfungsi efektif sebelumnya akan menjadi tidak efektif dan memberi sinyal yang tidak tepat.
Tapi masalahnya saham tidak terpaku pada pergerakan yang sama: yang sudah naik berkemungkinan berubah menjadi bergerak sideway. Atau juga saham yang sudah lama bergerak sideway, tiba-tiba keluar dari kisarannya dan memulai trend turun. Ketika perubahan ini terjadi, analisa teknikal yang berfungsi efektif sebelumnya akan menjadi tidak efektif dan memberi sinyal yang tidak tepat.
Maka dari
itu, anda harus membedakan dulu analisa teknikal yang anda gunakan, apakah ia
adalah trend-following (misalnya moving average, MACD) atau oscillator
(Relative Strength Index, Stochastic).
Menggunakan indikator trend-following pada saham yang bergerak dalam kisaran sempit akan menuai kerugian. Demikian pula sebaliknya, menggunakan indikator oscillator pada saham yang sedang trend naik akan membuat kita menjual terlalu awal.
Menggunakan indikator trend-following pada saham yang bergerak dalam kisaran sempit akan menuai kerugian. Demikian pula sebaliknya, menggunakan indikator oscillator pada saham yang sedang trend naik akan membuat kita menjual terlalu awal.
Prinsip
ketiga: Sebelum anda percaya pada analisa teknikal, anda harus terlebih dulu
percaya pada dalil momentum.
Dalil
momentum mengatakan bahwa sesuatu yang bergerak maju akan cenderung tetap
bergerak maju; yang bergerak turun, cenderung tetap turun; yang tidak bergerak,
cenderung tetap tidak bergerak.
Kalau anda
ingin membuktikan dalil ini, coba anda mendorong mainan mobil-mobilan. Mobil itu
akan meluncur, lalu kecepatannya melambat sebelum berhenti. Mobil tersebut
tidak berhenti mendadak, apalagi langsung berubah dari maju menjadi mundur.
Coba anda pikirkan, adakah benda yang sedang bergerak maju cepat lalu tiba-tiba
berbalik arah tanpa terlebih dahulu memperlambat majunya?
Dalil
momentum yang merupakan hukum fisika juga berlaku dalam pergerakan harga saham.
Saham yang sedang dalam trend naik biasanya tidak langsung anjlok lagi ke harga
semula. (Kalau saham mencoba naik tapi langsung turun ke harga semula, ini
berarti saham tersebut belum bermomentum naik.) Saham yang sedang dalam trend
turun tidak langsung berubah arah dan naik dengan kencang. Saham yang bergerak
sideway kemungkinan akan tetap sideway sampai ada aksi beli atau jual
signifikan yang meretas gerakan sideway ini.
Kalau anda
masih kurang yakin dengan dalil momentum ini, saya sarankan anda memperhatikan
gerak harga beberapa saham selama beberapa bulan. Coba anda lihat sendiri
apakah benar saham yang sedang turun lebih cenderung turun, saham yang sedang
naik lebih cenderung naik, saham yang bergerak sideway lebih cenderung sideway.
Kalau
setelah beberapa bulan menelaah gerakan harga saham anda masih tidak percaya
dalil momentum, artinya anda tidak akan percaya pada analisa teknikal apapun
dan sebaiknya anda menghindari menggunakan analisa ini.
Prinsip
Keempat: Prediksi dari analisa teknikal bersifat TIDAK absolut.
Tidak
absolut? Kok begitu?
Artinya,
hanya karena analisa teknikal memberi sinyal bahwa saham akan naik, tidak
berarti saham tersebut harus naik. Analisa teknikal (seperti juga analisa
fundamental dan analisa-analisa lainnya) bersifat prediksi atau, dengan kata
lain yang lebih gamblang, nebak. Intinya, ketika kita menebak, tebakan kita
bisa salah.
Karena
kemungkinan salah ini, anda harus selalu siap untuk cut-loss, apapun metode Technical
Analysis yang anda gunakan.
Misalkan saja metode analisa teknikal yang anda pakai menyatakan bahwa saham ELTY akan naik. Tapi setelah anda beli, kenyataanya ELTY malah turun. Perbedaan sinyal dengan kenyataan ini berarti ada yang salah. Kesalahan ini bisa saja karena analisa teknikal yang anda gunakan tidak berfungsi baik pada situasi tersebut atau bisa juga karena anda salah menginterpretasi sinyal tersebut.
Misalkan saja metode analisa teknikal yang anda pakai menyatakan bahwa saham ELTY akan naik. Tapi setelah anda beli, kenyataanya ELTY malah turun. Perbedaan sinyal dengan kenyataan ini berarti ada yang salah. Kesalahan ini bisa saja karena analisa teknikal yang anda gunakan tidak berfungsi baik pada situasi tersebut atau bisa juga karena anda salah menginterpretasi sinyal tersebut.
Apapun
sebabnya, kenyataan yang bertolak belakang dengan harapan/prediksi mengharuskan
anda untuk mengambil sikap: menyalahkan analisa teknikal atau menyalahkan
pasar. Karena pasar tidak pernah salah, berarti yang salah adalah metode
analisa yang anda gunakan. Kesimpulannya: kalau salah, anda harus cut-loss.
Jangan berargumentasi dengan pasar. Untuk lebih tahu tentang cara
cut-loss/stop-loss.
Prinsip
Kelima: Analisa Teknikal digunakan karena bersifat konsisten dan unbiased
(tidak memihak).
Memang
analisa teknikal sering menelurkan prediksi salah. Tapi pemain saham tetap
memakai analisa teknikal karena sifatnya yang konsisten dan unbiased. Apa
maksudnya?
Salah satu
sebab utama pemain saham rugi adalah karena ia tidak konsisten ketika mengambil
keputusan beli atau jual. Ia memutuskan membeli dan menjual hanya berdasarkan
“feeling,” cara yang saya namakan metode “semau udel.”
“Feeling gua
saham BBRI mau naik nih. Jadi gua beli lah,” begitu kira-kira argumentasi yang
diberikan. Tidak ada penjelasan lebih lanjut, tidak ada sebab-akibat, tidak ada
perhitungan matematis, tidak ada analisa spesifik.
Masalahnya,
“feeling” tidak bisa diukur dan tidak bisa dikalkulasi dengan jelas. Lagipula
“feeling” anda tergantung apakah anda senang, sedih, siaga, ngantuk, lapar,
kenyang, jatuh cinta, patah hati. Karena sifat “feeling” yang tidak konsisten
ini, anda bisa melakukan kesalahan terus-menerus karena anda tidak menggunakan
patokan jelas untuk memutuskan beli atau jual saham.
Berbeda
dengan analisa teknikal.
Analisa
teknikal dikalkulasi dengan menggunakan data otentik harga (dan volume) saham.
Harga dan volume ini adalah fakta, tetap sama, dan tidak tergantung kondisi
anda. Juga tidak tergantung hari yang cerah, mendung, panas, dingin, hujan.
Perhitungan matematis analisa teknikal bersifat konsisten dan tidak memihak,
sifat yang sangat penting ketika anda berhadapan dengan pasar dan diri anda
yang kondisinya berubah-rubah.

Comments
Post a Comment