MEMBENTUK KEPRIBADIAN ANAK

Mengamati perilaku anak dari beberapa keluarga baik itu teman atau kerabat saya terkadang tidak membenarkan teori like father like son.  Kenapa seperti itu? Ada beberapa keluarga yang orang tuanya terbilang sukses dalam karir, sukses dalam pergaulan santun dan menjadi panutan bagi keluarga yang lain.  Tapi giliran anak anaknya kok ya tidak seperti kita prediksi.  Ada anaknya yang tidak mau sekolah, ada anaknya yang bandel dan ada juga anaknya yang belum menikah sebelum waktunya.  Dan ada juga keluarga yang terkenal sangat welcome terhadap semua keluarga dan tidak segan untuk bersedekah tapi anak anaknya justru cuek dan seolah tidak kenal dengan keluarga.  Apa yang salah dengan ini semua...........

Dalam teori tabularasanya, John Lock mengatakan bahwa anak diibaratkan kertas putih tak berwarna, kitalah (orang tua) yang memberi goresan dan lukisan sehingga tergambar sesutu seperti yang kita harapkan. Walaupun pendapat John Lock itu tidak seluruhnya benar akan tetapi setidaknya kita perlu mengantisipasi pengaruh luar pada anak agar tidak merubah goresan yang sudah kita persiapkan itu. Pendapat John Lock agaknya banyak dianut masyarakat dengan alasan adanya kecenderungan anak meniru sikap orang tuanya dalam beberapa hal. Anak harus diajari, anak harus dikendalikan, anak harus diawasi dan anak harus diarahkan. Ringkasnya, anak tidak boleh dibiarkan. Orang tua mempunyai tugas memberikan goresan pada kertas putih tak berwarna (anak) sebagaimana pendapat John Lock di atas. Garesan-goresan itu hendaknya yang sesuai dengan norma, agama, adat yang dinilai baik bagi masyarakat. Goresan-goresan itu diarahkan untuk membentuk watak dan kepribadian yang baik untuk anak. Adapun termasuk didalamnya membentuk kepribadian anak itu adalah mengajarkan atau membentuk anak agar bersifat baik dimasyarakat maupun dihadapan Tuhan yang Maha Kuasa. Dengan kata lain membentuk kepribadian anak adalah membentuk anak berakhlak yang baik.

1. MENGAJARKAN KEJUJURAN

Kejujuran merupakan sifat yang terpuji. Kejujuran adalah sifat yang tidak dapat datang sendiri. Kejujuran, sifat yang harus dilatihkan setiap hari. Dan kejujuran hanya ada didalam hati. Menanamkan kejujuran pada anak harus dilakukan sekalipun sering menemui banyak rintangan. Penanaman sikap ini bukan hal yang mudah karena orang tua tidak cukup hanya memberi seabrek teori untuk dihafalkan. Orang tua diharapkan dapat memberi contoh perilaku jujur dalam setiap hal di hadapan anak.

2. MENGAJARKAN KEBERANIAN

Mengajarkan keberanian kepada anak artinya menanamkan pengertian, pemahaman dan sikap mental tentang sifat berani. Sifat berani yang diberikan pun adalah yang telah terseleksi. Artinya, tidak asal berani tanpa perhitungan diberikan tetapi berani melakukan sesuatu yang sesuai dengan norma norma yang ada disertai berani bertanggung jawab. Kehidupan merupakan kesempatan sekaligus tuntutan menampilkan keberanian. Dalam segala hal, keberanian itu sangat dipelukan. Oleh karena itu sifat penakut yang menelikung sebagian besar manusia ini perlu dijauhkan dari anak. Jangan dibiarkan anak menjadi penakut dan pengecut. Jangan sampai sikap rendah diri berkembang tanpa tepi pada anak. Sebab sikap ini hanya akan membuat anak tidak bisa bersikap apa-apa di depan orang lain. Kembangkan sikap yang tegas dan berani menghadapi rintangan yang sedang ada dihadapannya. Pupuklah sikap tegas dan berani yang telah termiliki oleh anak, jangan sampai hilang termakan pergaulan sehari-hari.

3. MENGAJARKAN KESABARAN

Sifat sabar harus kita tanamkan pada anak sedini mungkin. Apabila anak terlanjur tidak mempunyai rasa sabar, tidak mudah untuk mengubahnya menjadi penyabar. Sulit sekali adanya. Langkah awal agar anak terbiasa sabar adalah tidak memanjakan anak. Selaku orang tua harus tahu makna tidak memanjakan anak  Tidak setiap permintaan anak dituruti.

4. MENGAJARKAN KESEDERHANAAN

Biasakan anak untuk hidup sederhana dalam keluarga. Hal yang paling utama adalah pemberian contoh tauladan kesederhanaan orang tua. Sedikit bicara namun banyak contoh, merupakan cara pembelajaran kesederhanaan yang dirasa paling mengena dan efektif. Jangan manjakan anak. Jangan dihiasi pakaian yang mewah. Demikian juga makanan dan minuman. Atur sedemikian rupa sehingga anak terbiasa dalam lingkungan yang sederhana. Makanan yang bergizi tidak selalu mewah. Intinya, orang tua tidak dibenarkan menanamkan cara-cara hidup mewah. Sederhana adalah cara hidup terbaik. Sering-seringlah anak diajak ketetangga atau pun saudara yang kurang mampu. Biarkan anak bermain-main bersama anak tetangga yang biasa hidup sederhana. Cara seperti inilah kiranya merupakan pembelajaran anak untuk memahamkan kesederhanaan. Bersikap sederhana tidak hanya mengenai berpakaian dan makanan saja akan tetapi sikap-sikap bergaul dengan orang lain juga termasuk didalamnya.

5. MENGAJARKAN BERPIKIR LURUS

 Mengingat bahwa jalan pemikiran manusia itu menentukan jalan hidupnya maka anak sebagai generasi penerus bangsa ini tidak pantas dibiarkan terseret arus lingkungan dalam menggunakan alur pemikirannya. Ini permasalahan yang maha penting sehingga jangan diremehkan. Anak perlu diformat sedemikian rupa berpikir lurus. Orang tua diharapkan tidak terlena dengan kesibukan tugas sehingga kurang memperhatikan perkembangan jiwa, karakter dan watak anaknya. Cara yang praktis membelajarkan anak berpikir lurus adalah membiasakan anak untuk menggunakan logika dalam berpikir.

6. MENGAJARKAN TANGGUNG JAWAB

Menurut Dr. Sarlito Wirawan Sarwono dalam “Anak Masa Depan” (Alex Sabrur: 1991). Mengerjakan tugas dan kewajiban dengan sebaik-baiknya dinamakan bertanggung jawab. Sedangkan melalaikan tugas dan kewajiban dinamakan tidak bertanggung jawab. Demikian pula orang yang tidak mengakui perbuatan jahat yang dilakukannya termasuk orang yang tidak bertanggung jawab. Apalagi melempar kesalahan kepada orang lain. Betapa bangganya orang tua apabila memiliki anak yang penuh tanggung jawab dalam segala hal. Sebab, anak yang memiliki rasa tanggung jawab biasanya juga memilki kepribadian yang kuat. Bahkan ada anggapan yang di yakini bahwa keberhasilan seseorang dalam hidupnya tergantung atas bagaimana dia hidup dan bertanggung jawab sejak masa kanak-kanaknya. Oleh karenanya rasa dan sikap bertanggung jawab perlu ditanamkan pada nak sejak kecil. Untuk menanamkannya kita bisa memberi berbagai macan tugas atau pekerjaan kepada anak misalnya, memberi makanan kucing, merapikan tempat tidur, menyapu halaman, membersihkan lantai, membersihkan penempatan bahan bacaan (koran, majalah, buku) pada tempatnya dan lain-lain. Tugas-tugas itu bisa merupakan tugas mandiri yang dikerjakan anak sendiri atau pun dikerjakan bersama-sama orang tua. Tentu hal itu disesuaikan dengan usia anak. Hal yang perlu diingat orang tua adalah bahwa tugas yang dikerjakan anak ini bukan mementingkan hasil semata-mata melainkan penanaman rasa tanggung jawab itulah yang terpenting. Oleh karena itu perlu diciptakan suasana yang menyenangkan sehingga anak merasa nyaman melakukan tugas yang diberikan. Hindarilah sikap-sikap yang menyebabkan anak tidak senang. Walau pun kadang perlu juga marah akan tetapi jangan terlalu sering. Apabila melihat anak melakukan kesalahan dalam melakukan tugas, jangan langsung marah-marah. Tegur dengan kalimat yang akrab, lembut dan menyejukkan hati anak sembari mengajari mengerjakan tugas yang benar. Dengan suasana demikian tidak terkesan dihati anak bahwa orang tuanya pemarah. Sebab anak melihat orang tua marah cenderung takut, bosan, muak dan benci terhadapnya. Alasan untuk menghindar dari tanggung jawab terhadap tugas yang diberikan pun muncul dari ketakutan tersebut. Dan yang perlu diperhatikan bahwa anak senang meniru orang tua. Orang tua pemarah, anak pun cenderung menirunya. Demikian juga sikap lembut orang tua akan ditiru anak. Mengajarkan apapun pada anak paling mudah dan efektif untuk berhasil adalah dengan contoh atau tauladan dari orang terdekat yaitu orang tuanya. Tek terkecuali mengajarkan rasa tanggung jawab ini. Mengajarkan tanggung jawab pada anak diupayakan dengan cara yang efektif dan menyenangkan. Cara yang efektif dimaksud adalah mengajarkan tanggung jawab tidak dengan banyak teori tetapi anak lekas mengerti. Mengingat anak baru tahap pemahaman dominan hal-hal yang kongkret dan suka meniru maka pembelajaran langsung lebih tepat dari pada memberi aspek teori atau nasihat. Untuk itu yang terpenting melibatkan anak dalam kegiatan-kegiatan keseharian yang bagi anak bisa mengerjakan. Anak perlu diberi kebebasan melakukan tugasnya walaupun masih dalam pengawasan tentunya. Hal ini bermaksud agar anak melatih dirinya untuk bertanggung jawab.

7. MENGAJARKAN KEDISIPLINAN

Dari bahasa aslinya (discipline: Inggris) berarti ketertiban. Ketertiban sangat terkait antara perilaku seseorang dengan aturan/hukum/adat kebiasaan masyarakat dimana perilaku seseorang itu berlangsung. Apabila perilaku itu bertentangan dengan adat/kebiasaan masyarakat maka dapat dikatakan tidak disiplin. Sebaliknya apabila perilaku seseorang itu sesuai atau disetujui masyarakat maka dianggapnya disiplin. Dengan demikian soal disiplin tak bisa dipisahkan dari kebudayaan yang hidup dalam masyarakat. Jika kebudayaan mengalami perubahan maka disiplin pun mengalami perubahan pula. Berhubung disiplin tidak bisa terlepas dari kebudayaan masyarakat dan anak merupakan bagian dari masyarakat maka sepantasnyalah disiplin diajarkan kepada anak. Ada pun tujuan pendisiplinan anak agar anak bisa bertingkah laku sesuai dengan yang diharapkan masyarakat lingkungannya. Terkait dengan masalah disiplin dan tidak disiplin mestinya orang tua mengajarkan nilai-nilai hidup (value) yang berhubungan dengan sikap terpuji dan tercela, berpahala dan berdosa, dianjurkan dan dilarang, bisa dicontohkan dan tidak dan sebagainya. Mengapa disiplin perlu diajarkan? Mengingat bahwa aturan disiplin tampak memaksa dan menyiksa anak maka perlu diajarkan. Mengingat disiplin sangat berhubungan denan nilai kualitas hidup dimasa dewasa kelak, disiplin perlu dilatihkan. Terpaksa dan tersiksa hanyalah terasa ditahap awal pembelajaran disiplin. Akan tetapi apabila perilaku disiplin ini telah terbiasa justru menjadi kebutuhan hidup. Mulailah anak dibelajarkan bersikap dari hal-hal yang rutin dan mudah dipantau. Misalnya sikap disiplin dalam hal makan (mengenal waktu, volume, cara), sikap disiplin dalam shalat (waktu dan gerak), disiplin iatirahat, disiplin bangun tidur, disiplin menyebrang jalan dan sebagainya. Tentu semua itu, orang itulah sebagai pemandu, pen didik dan pemantau pelaksanaan disiplin anak. Anak diajak bersama-sama dalam melaksanakan kedisiplinan ini. Ajaklah anak bersikap yang baik, sopan dan tertib dalam makan. Ajaklah shalat bersama dan tepat waktunya. Ajaklah menyebrang jalan melalui zebra cross. Jangan biarkan anak mendengkur ketika telah berkumandang suara adzan subuh, bangunkan! Ajak anak berpamitan jika anak mau pergi kemana pun. Dan lain sebagainya. Dalam menanamkan sikap disiplin ini orang tua dituntut konsisten memberika teladan secara bijak. Orang tua diharapkan tidak pelit memberi hadiah atau pujian terhadap anak yang melaksanakan kegiatan secara disiplin sebaliknya hukuman yang mendidik perlu juga diberikan ketika anak tidak berperileku disiplin.

Comments

Popular Posts